|
||
|
||
Rabu, 23 Mei 2012
Komunitas Sekolah-rumah Sebuah Model Pemenuhan Hak atas Pendidikan
Faktor Pemicu dan Pendukung Homeschooling
Faktor
Pemicu dan Pendukung Homeschooling
|
Kegagalan
sekolah formal
Baik
di Amerika Serikat maupun di Indonesia, kegagalan sekolah formal dalam
menghasilkan mutu pendidikan yang lebih baik menjadi pemicu bagi
keluarga-keluarga di Indonesia maupun di mancanegara untuk menyelenggarakan
homeschooling. Sekolah rumah ini dinilai dapat menghasilkan didikan bermutu.
Teori
Inteligensi ganda
Salah satu teori pendidikan yang berpengaruh dalam perkembangan homeschooling
adalah Teori Inteligensi Ganda (Multiple Intelligences) dalam buku Frames of
Minds: The Theory of Multiple Intelligences (1983) yang digagas oleh Howard
Gardner. Gardner menggagas teori inteligensi ganda. Pada awalnya, dia
menemukan distingsi 7 jenis inteligensi (kecerdasan) manusia.
Kemudian,
pada tahun 1999, ia menambahkan 2 jenis inteligensi baru sehingga menjadi 9
jenis inteligensi manusia. Jenis-jenis inteligensi tersebut
adalah:Inteligensi linguistik; Inteligensi matematis-logis; Inteligensi
ruang-visual; Inteligensi kinestetik-badani; Inteligensi musikal; Inteligensi
interpersonal; Inteligensi intrapersonal; Inteligensi ligkungan; dan
Inteligensi eksistensial.
Teori
Gardner ini memicu para orang tua untuk mengembangkan potensi-potensi
inteligensi yang dimiliki anak. Kerapkali sekolah formal tidak mampu
mengembangkan inteligensi anak, sebab sistem sekolah formal sering kali
malahan memasung inteligensi anak.
(Buku acuan yang dapat digunakan mengenai teori inteligensi ganda ini dalam
bahasa Indonesia ini, Teori Inteligensi Ganda, oleh Paul Suparno, Kanisius:
2003).
Sosok
homeschooling terkenal
Banyaknya
tokoh-tokoh penting dunia yang bisa berhasil dalam hidupnya tanpa menjalani
sekolah formal juga memicu munculnya homeschooling. Sebut saja, Benyamin
Franklin, Thomas Alfa Edison, KH. Agus Salim, Ki Hajar Dewantara dan
tokoh-tokoh lainnya.
Benyamin
Franklin misalnya, ia berhasil menjadi seorang negarawan, ilmuwan, penemu,
pemimpin sipil dan pelayan publik bukan karena belajar di sekolah formal.
Franklin hanya menjalani dua tahun mengikuti sekolah karena orang tua tak
mampu membayar biaya pendidikan. Selebihnya, ia belajar tentang hidup dan
berbagai hal dari waktu ke waktu di rumah dan tempat lainnya yang bisa ia
jadikan sebagai tempat belajar.
Tersedianya
aneka sarana
Dewasa ini, perkembangan homeschooling ikut dipicu oleh fasilitas yang
berkembang di dunia nyata. Fasilitas itu antara lain fasilitas pendidikan
(perpustakaan, museum, lembaga penelitian), fasilitas umum (taman, stasiun,
jalan raya), fasilitas sosial (taman, panti asuhan, rumah sakit), fasilitas
bisnis (mall, pameran, restoran, pabrik, sawah, perkebunan), dan fasilitas
teknologi dan informasi (internet dan audivisual).
|
Homeschooling, efektifkah ?
Homeschooling,
efektifkah ?
|
Rabu, 30 September
2009 - 11:03 wib
LEBIH konsentrasi
dan penyerapan mata pelajaran bisa maksimal. Itulah beberapa alasan orangtua
memilih home schooling untuk pendidikan buah hatinya. Benarkah
alasan tersebut? Tidak semua orangtua sepakat untuk menyekolahkan
anak-anaknya di sekolah umum.
Banyak alasan,
salah satunya adalah kurang bermutunya pendidikan di sekolah-sekolah umum,
sehingga terlalu banyak murid yang ditangani guru dalam satu ruang kelas.
Ujungnya, penyerapan pelajaran pun tak maksimal.
Pendapat itu memang
tidak berlebihan, karena memang di sekolah umum, satu orang guru bisa
mengajar 20 bahkan sampai 30 anak dalam satu ruang kelas. Sedangkan diyakini,
bahwa kemampuan masing-masing anak dalam menangkap mata pelajaran yang
diberikan berbeda-beda.
Home schoolingpun
lantas dilirik sebagai alternatifnya. Tidak seperti di sekolah umum, home
schooling (sekolah di rumah) ini memiliki konsep yang biasanya satu guru
akan menghadapi satu atau dua murid saja. Selain tentu saja lebih bisa
ditertibkan, dengan home schooling, anak bisa lebih berkonsentrasi dalam
menangkap pelajaran. Mutu mata pelajaran yang diberikan, juga bisa dipilih,
sesuai dengan apa yang dibutuhkan anak saat itu.
Walaupun bisa
menjaga kualitas pendidikan atau pengajaran kepada anak-anak yang belajar di
rumah, bukan tidak berarti pendidikan jenis ini tidak mengalami kekurangan.
Salah satu kekurangan yang paling menonjol dari home schoolingadalah
anak tidak bisa bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya.
Kasus seperti
inilah yang kemudian menjadi perdebatan hangat di kalangan pengajar serta
psikolog anak. Sebab, pendidikan yang berkualitas tidak akan bermanfaat jika
anak tidak bisa bersosialisasi dengan teman-teman seusianya.
Untuk mengatasi hal
itu, biasanya anak-anak home schooling melakukan aktivitas luar ruang,
seperti olahraga, program kepanduan, bakti sosial, atau bahkan kerja
sambilan, jika usia mereka sudah cukup remaja.
Praktisi home
schooling biasanya mengandalkan dukungan kelompok untuk mendukung dan
mengadakan kontak personal dengan keluarga-keluarga yang berpikiran sama
tentang home schooling ini. Larry Shyers dari Universitas Florida
menulis disertasi doktoral yang mempertanyakan perkembangan sosial anak-anak
yang berada di home schooling.
Dalam
penelitiannya, anak-anak umur 8?10 tahun direkam dengan video saat bermain.
Perilaku mereka diobservasi konselor-konselor terlatih yang tidak
dikonfirmasi mana anak-anak yang bersekolah biasa dan mana yang di home
schooling. Hasilnya ternyata sangat mengejutkan. Penelitian tersebut
menyatakan tidak ada perbedaan besar antara kedua kelompok tersebut tentang
konsep diri,walaupun anak tidak bersekolah di sekolah umum.
Tapi yang jelas,
rekaman tersebut menunjukkan bahwa anak-anak yang belajar di rumah atau
melakukan home schooling dengan orangtuanya secara konsisten tidak
banyak bermasalah dengan bakat, kemampuan, dan cara bersosialisasi.
Susan Nelson,
seorang pengembang kurikulum dan konsultan home schooling dari Amerika,
menyatakan bahwa orangtua akan merasakan tugas-tugas mereka lebih sederhana
jika mereka menentukan tujuan utama mengapa mereka menjadi pendidik-pendidik
di rumah, termasuk untuk memfasilitasi anak dengan pengalaman-pengalaman
belajar yang menarik, atau untuk mempersiapkan anak untuk memasuki sekolah
formal.
Seperti pendidikan
formal lainnya, home schooling juga bisa mengajarkan berbagai jenis
mata pelajaran pada anak-anak, misalnya pada pagi hari anak dapat berlatih
bahasa Inggris, bermain piano, dan menulis. Tiap sore anak bisa diajarkan
membaca dengan cara pergi ke perpustakaan atau bisa pula melakukan jelajah
hutan atau mengamati alam.
"Tidak ada
yang salah dari pendidikan di rumah atau home schooling pada
anak-anak jika dilakukan dengan benar,? kata psikolog anak alumni Universitas
Indonesia (UI), Dr Wiryawan.
Jika di Indonesia
orang tua masih sangat takut kalau anak-anaknya tidak mendapatkan ijazah
resmi, sejumlah universitas seperti Harvard dan Yale mengizinkan anak-anak home
schooling untuk kuliah dan belajar di kampus terkenal tersebut. Bahkan
dilaporkan, bahwa siswa-siswa home schoolingmemenangkan persaingan
pendaftaran ke perguruan tinggi favorit.
Tanpa transkrip
akademik dari SMU formal, pendaftar dapat mengumpulkan sampel atau portofolio kerja
mereka, surat rekomendasi dari orangtua, atau juga guru yang membantu.
Tercatat, 1.657
keluarga home schooling menyatakan bahwa siswa home schoolingingin
melanjutkan ke perguruan tinggi: 69 persen responden memilih untuk ambil
pendidikan lanjutan sekunder yang formal. Bahkan dari datadata yang ada,
siswahome schooling yang dites selalu di atas rata-rata.
"Pola data siswa home schooling mirip siswa dari sekolah swasta favorit. Itu merupakan satu langkah maju bagi dunia pendidikan anak. Asal saja home schooling mereka benar-benar berkualitas," jelas dia.(Koran SI/Koran SI/nsa) |
Pengakuan Legalitas Homeschooling di Indonesia Legalitas
Pengakuan Legalitas
Homeschooling di Indonesia
|
Tanggal 10 Januari 2007 yang
lalu, telah ditandatangani kesepakatan kerjasama antara Dirjen Pendidikan
Luar Sekolah Depdiknas (PLS Depdiknas) dengan Asosiasi Sekolah Rumah dan
Pendidikan Alternatif (ASAHPENA). Kesepakatan tersebut ditandatangani oleh
Ace Suryadi, Ph. D (Dirjen PLS Depdiknas) dan Dr. Seto Mulyadi (Ketua Umum
ASAHPENA). Berikut ringkasan isi kesepakatan yang meningkatkan pengakuan dan
eksistensi homeschooling di Indonesia.
KESEPAKATAN KERJASAMA Dirjen Pendidikan
Luar Sekolah (PLS) Depdiknasdan ASAHPENANomor: 02/E/TR/2007Nomor:
001/I/DK/AP/07Tanggal: 10 Januari 2007Tentang: Pembinaan dan Penyelenggaraan
Komunitas SekolahRumah sebagai Satuan Pendidikan KesetaraanTandatangan:
Ace Suryadi, Ph.D, Dirjen
Pendidikan Luar Sekolah (PLS), Departemen Pendidikan Nasinal (Depdiknas)
Dr. Seto Mulyadi, Ketua Umum Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif Indonesia (ASAHPENA) Tujuan: Meningkatkan kuantitas dan kualitas SekolahRumah untuk memperluas akses pendidikan dasar 9 tahun jalur pendidikan nonformal (Paket A dan Paket B);
Memperluas akses pendidikan
menengah jalur pendidikan nonformal melalui komunitas Sekolahrumah dan
pendidikan alternatif;
Meningkatkan mutu, relevansi dan daya saing penyelenggaraan sekolahrumah dan pendidikan alternatif; Meningkatkan kerjasama antara kedua belah pihak serta lembaga-lembaga penyelenggara sekolahrumah dan pendidikan alternatif yang terkait lainnya.
Ruang Lingkup kerjasama:
Pendataan dan
pengadministrasian sasaran program Sekolahrumah;
Sosialisasi program Komunitas Sekolahrumah sebagai satuan Pendidikan Kesetaraan;
Penyiapan dan
pengembangan kapasitas sumber daya manusia pendukung program Sekolahrumah;
Penyiapan dan pengembangan
kurikulum, bahan ajar, dan penialain hasil belajar program Sekolahrumah;
Bimbingan teknis, pemantauan,
evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan program Sekolahrumah Tugas dan Tanggung
Jawab Depdiknas:
Menyiapkan acuan, kriteria,
dan prosedur yang terkait dengan Komunitas Sekolahrumah sebagai satuan
Pendidikan Kesetaraan;
Memberikan bimbingan teknis
dan evaluasi terhadap penyelenggaraan
Komunitas Sekolahrumah sebagai
satuan Pendidikan Kesetaraan;
Memberikan pengakuan dan
perlindungan terhadap penyelenggaraan
Komunitas Sekolahrumah sebagai
satuan Pendidikan Kesetaraan;
Melaksanakan bimbingan teknis,
pemantauan, evaluasi, dan pelaporan untuk
mengendalikan mutu Komunitas
Sekolahrumah;
Memberikan rekomendasi/ijin
keberadaan Komunitas Sekolahrumah sesuai
prosedur.
Tugas dan Tanggung Jawab
AsahPena:
Melaksanakan pendataan dan
pengadministrasian calon/peserta didik dan
keluarga penyelenggaran
Sekolahrumah;
Menyiapkan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan yang diperlukan;
Menyediakan sumberdaya
sarana-prasarana pendukung pembelajaran;
Menyelenggarakan Komunitas
Sekolahrumah sebagai satuan Pendidikan
Kesetaraan sejenis;
Melakukan pemantauan,
evaluasi, dan pembinaan serta pelaporan secara
berkala tentang Komunitas
Sekolahrumah;
Memfasilitasi peserta didik
Komunitas Sekolahrumah untuk dapat mengikuti
Ujian Nasional Pendidikan
Kesetaraan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh Ijazah Pendidikan
Kesetaraan dan diakui sebagai ijazh yang
dapat digunakan untuk masuk
sekolah/pendidikan formal, termasuk
perguruan tinggi negeri maupun
swasta.
Pembiayaan:Pembiayaan
penyelenggaraan Komunitas Sekolahrumah
ditanggung oleh masyarakat
yang dikoordinasikan pihak kedua, sedangkan
pihak pertama dapat
memfasilitasi perluasan akses dan peningkatan mutu
sesuai denagn peraturan yang
berlaku
|
Langganan:
Postingan (Atom)