contact person

Ibu Nuniek 021-36270101


robot forex trading otomatis

Jumat, 04 November 2011

Keunggulan Home schooling 3



Fenomena homeschooling beberapa tahun belakang ini kian mengeliat menjadi dan tren di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya di kalangan orang-orang kota. Dan tidak sedikit dari orang tua yang lebih memilih untuk mendidik anaknya di homeschooling di banding sekolah reguler. Lalu sebenarnya apa yang di maksud dengan homeschooling itu? Apa kelebihan dan kekurangan bagi peserta didiknya? Berikut ini adalah sedikit paparan singkat megenai hal tersebut.

Pengertian Homeschooling

Homeschooling kadang disebut pula dengan istilah home education atau home-based learning. Secara resmi Depdiknas menggunakan istilah “sekolah rumah” atau “sekolah mandiri”. Homeschooling merupakan model pendidikan alternatif selain sekolah yang diselenggarakan oleh keluarga, yang memungkinkan anak berkembang sesuai dengan potensi diri mereka masing-masing. Homeschooling ini sendiri pertama berkembang di Amrika Serikat dan beberapa negara di Eropa. Baru kemudian menjadi tren di Indonesia tahun-tahun belakangan ini. Namun sebenarnya kalau kita melihat sejarah pada masa Nabi Muhammad saw, metode homeschooling ini telah ada. Bagaimana Nabi saw dan para sahabat-sahabatnya mendidik keluarga mereka sendiri. Setelah para sahabat mendapatkan ilmu dari dari Nabi saw, kemudian mereka menyampaikannya kepada istri dan anak-anak mereka. Oleh karena itu tidak heran kalau beliau pernah bersabda yang intinya, bahwa tidaklah seorang anak itu lahir ke dunia kecuali dalam keadaan fitrah (beragama Islam), tapi bagaimana kemudian ia menjadi orang Nasrani, Yahhudi, ataupun yang lainnya adalah karena kedua orang tuannya. Di sini jelas orang tua memegang perang yang amat vital dalam mengajar dan mendidik anak-anaknya.

Sebagai informasi, Ki Hajar Dewantara, Buya Hamka dan KH Agus Salim, Albert Einstein, Alexander Graham Bell, Agatha Christie, Thomas A. Edison, George Bernard Shaw, Woodrow Wilson, Mark Twain, Charlie Chaplin, Charles Dickens, Winston Churchill,bahkan Christopher Paolini adalah tokoh-tokoh besar yang lahir dari homes chooling.

Metode Homeschooling

Metode homeschooling ada tiga jenis. Pertama, homeschooling tunggal, kemudian homeschooling majemuk yang terdiri dari dua keluarga, dan yang terakhir homeschooling komunitas.
1. Homeschooling tunggal adalah homeschooling yang dilaksanakan oleh orang tua dalam suatu keluarga tanpa bergabung dengan lainnya. Dalam hal ini orang tua terjun langsung sebagai guru menangani proses belajar anaknya, jika pun ada guru yang didatangkan secara privat hanya akan membimbing dan mengarahkan minat anak dalam mata pelajaran yang disukainya. Guru tersebut bisa berasal dari lembaga-lembaga yang khusus menyelengarakan program homeschooling, contonya adalah lembaga Asah Pena asuhan Kak Seto. Lembaga ini mempunyai tim yang namanya Badan Tutorial yang terdiri dari lulusan berbagai jenis profesi pendidikan.
2. Homeschooling majemuk adalah homeschooling yang dilaksanakan oleh dua atau lebih keluarga untuk kegiatan tertentu sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orang tua masing-masing.
3. Sementara homeschooling komunitas adalah gabungan beberapa homeschooling majemuk yang menentukan silabus, bahan ajar, kegiatan pokok (olah raga, seni dan bahasa), sarana/prasarana dan jadwal pembelelajaran. Dalam hal ini beberapa keluarga memberikan kepercayaan kepada Badan Tutorial untuk memberi materi pelajaran. Badan tutorial melakukan kunjungannya ke tempat yang disediakan komunitas.

Legalitas Homeschooling

Dasar penyelenggaraan homeschooling di antaranya adalah UU No. 20 Th. 2003 tentang Sisdiknas, terutama pasal 27 yang berbunyi: (1) Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. (2) Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.

Penyetaraan Homeschooling

Kegiatan homeschooling perlu dilaporkan ke Dinas Pendidikan setempat agar peserta homeschooling mendapat ijazah resmi dari pemerintah. Untuk ijazah SD adalah Paket A, SMP Paket B, dan SMA Paket C. Sistem ujiannya adalah melalui ujian nasional kesetaraan.

Jika di sekolah formal ada BOS, di homeschooling ada BOP (Bantuan Operasional Pendidikan), yakni: untuk Paket A bantuan warga belajar sebesar Rp. 238rb+Rp. 74rb (modul/bahan ajar); Paket B Rp. 260rb+Rp.80rb; dan Paket C Rp. 285rb+84rb.

Keunggulan Homeschooling

Metode pembelajaran tematik dan konseptual serta aplikatif menjadi beberapa poin keunggulan homeschooling. Homeschooling memberi banyak keleluasaan bagi anak didik untuk menikmati proses belajar tanpa harus merasa tertekan dengan beban-beban yang terkondisi oleh target kurikulum. Setiap siswa homeschooling diberi kesempatan untuk terjun langsung mempelajari materi yang disediakan, jadi tidak melulu membahas teori. Mereka juga diajak mengevaluasi secara langsung tentang materi yang sedang di bahas. Bahkan bagi siswa yang memiliki ketertarikan di bidang tertentu, misalnya Fisika atau Ilmu alam, diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengadakan observasi dan penelitian sesuai ketertarikan mereka.Beberapa keunggulan lain homeschooling sebagai pendidikan alternatif, yaitu karena sistem ini menyediakan pendidikan moral atau keagamaan, lingkungan sosial dan suasana belajar yang lebih baik, menyediakan waktu belajar yang lebih fleksibel. Juga memberikan kehangatan dan proteksi dalam pembelajaran terutama bagi anak yang sakit atau cacat, menghindari penyakit sosial yang dianggap orang tua dapat terjadi di sekolah seperti tawuran, kenakalan remaja (bullying), narkoba dan pelecehan. Selain itu sistem ini juga memberikan keterampilan khusus yang menuntut pembelajaran dalam waktu yang lama seperti pertanian, seni, olahraga, dan sejenisnya, memberikan pembelajaran langsung yang kontekstual, tematik, dan nonscholastik yang tidak tersekat-sekat oleh batasan ilmu.
Homeschooling juga memberikan metode pembelajaran yang lebih bebas, dimana anak didik tidak harus bersekolah dan jauh dari orangtuanya, serta bebas menggunakan sarana pembelajaran sendiri. Yang terpenting dalam adalah penanaman sikap mental belajar sehingga anak didik bisa belajar dengan cara mereka sendiri serta belajar dari siapa saja dan apa saja. Anak didik bisa belajar membuat rumah kepada tukang bangunan, belajar mengolah sawah kepada petani, belajar memerah susu kepada peternak sapi, belajar berjualan kepada pedagang, tanpa harus terikat tempat dan waktu.
Jumlah peserta didik yang terbatas membuat tutor bisa langsung fokus pada potensi masing-masing peserta didik. Sebagai contoh, jika anak didik bercita-cita jadi penyanyi atau artis, dan merasa tidak perlu mempelajari Kimia atau Fisika, di homeschooling anak didik dibebaskan tidak mengambil pelajaran tersebut, karena peserta homeschooling diarahkan mengambil bidang studi sesuai dengan bakat dan potensi mereka.

Kekurangan Homeschooling

Keunggulan dan kekurangan adalam dua hal yang tidak bisa dipisahkan, di mana sesuatu ada keunggulan, pasti ada juga kekurangannya, begitu juga dengan homeschooling, beberapa kekurangan harus siap dihadapi oleh anak didik yang memilih homeschooling sebagai alternatif pendidikan. Diantaranya kekurangan yang tidak bisa kita pungkiri adalah kurangnya interaksi dengan teman sebaya dari berbagai status sosial yang dapat memberikan pengalaman berharga untuk belajar hidup di masyarakat. Kemungkinan lainnya anak didik bisa terisolasi dari lingkungan sosial yang kurang menyenangkan sehingga akan kurang siap nantinya menghadapi berbagai kesalahan atau ketidakpastian.
Kurangnya interaksi juga membuat anak didik kehilangan kesempatan untuk bergabung dalam salah satu tim olah raga, dan organisasi siswa pada umumnya seperti OSIS, PMR, IRM, PASKIBRA, pramuka, tim basket, tim sepak bola dan sebagainya seperti halnya yang terdapat disekolah umum. Pastinya kamu jadi tidak bisa merasakan indah dan serunya masa-masa SMU

Kekurangan lain adalah tidak ada kompetisi atau bersaing. Sehingga ada kemungkinan anak didik tidak bisa membandingkan sampai dimana kemampuannya dibanding anak-anak lain seusianya. Selain itu anak didik belum tentu merasa cocok jika diajar oleh orang tua sendiri, apalagi jika memang mereka tidak punya pengalaman mengajar sebelumnya.Faktor tingginya biaya homeschooling juga menjadi salah satu kekurangan, karena dipastikan biaya yang dikeluarkan untuk memberikan pendidikan homeschooling lebih besar dibanding jika kita mengikuti pendidikan formal disekolah umum.

So, bagi yang tertarik dengan sistem pendidikan homeschooling, dan memutuskan untuk melakukan homeschooling pastikan anda memperoleh informasi yang cukup serta kesiapan mental untuk menjalani metode homeschooling tersebut. Yang terpenting, apapun yang anda pilih, anda harus menjalaninya dengan sepenuh hati, karena hanya dengan itulah prestasi terbaik akan anda raih.

Homeschooling : Sekolah Rumah atau Rumah Sekolah


Homeschooling : Sekolah Rumah atau Rumah Sekolah


indosiar.com, Jakarta, Homeschooling (Sekolah Rumah) saat ini mulai menjadi salah satu model pilihan orang tua dalam mengarahkan anak-anaknya dalam bidang pendidikan. Pilihan ini muncul karena adanya pandangan para orang tua tentang kesesuaian minat oleh anak-anaknya. Homeschooling ini banyak dilakukan di kota-kota besar, terutama oleh mereka yang pernah melakukannya ketika berada di luar negeri.
Di Indonesia keberadaan homeschooling sudah mulai menjamur di Jakarta dan kota besar lainnya. Untuk tahap pertama, keberadaan proses belajar dan mengajar model rumahan ini belum menuai minat dari khalayak umum.
Namun kini, keberadaannya justru banyak dimanfaatkan kalangan menengah keatas, seperti artis, dan kalangan entertainer. Tak jarang didapati diantaranya kalangan olahragawan, atlit nasional juga kalangan biasa yang menginginkan rumah sebagai ruang kelas.
"Saya ingin anak saya tidak tertinggal pelajaran karena aktifitas modelnya. Konsentrasi untuk belajar dan menimba ilmu tetap saya prioritaskan kepada Ayu," ujar Tini, orang tua dari Ayu, murid SMU di homeschooling milik Seto Mulyadi ketika dihubungi.
Jadwal luar sekolahnya yang lebih panjang serta konsentrasi belajar sempat membuatnya khawatir. Untuk mengatur jadwal Ayu yang berprofesi sebagai model, sulit disesuaikan dengan jadwal sekolah pada umumnya, hingga sempat membuatnya tertinggal satu smester.
Sementara, pilihan homeschooling merupakan keinginan belajar dari Ivan, murid SMU di tempat sama. "Dia memang inginnya di rumah, kebetulan keinginan orang tua juga, supaya Iwan bisa kita kontrol," ujar Ike sang bunda.
Model Pengembangan Sistem Pendidikan
Homeschooling (Sekolah rumah), menurut Direktur Pendidikan Kesetaraan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Ella Yulaelawati, adalah proses layanan pendidikan yang secara sadar, teratur dan terarah dilakukan oleh orang tua atau keluarga dan proses belajar mengajar pun berlangsung dalam suasana yang kondusif.
Tujuannya, agar setiap potensi anak yang unik dapat berkembang secara maksimal. Rumusan yang sama juga dipegang oleh lembaga-lembaga pendidik lain yang mulai menggiatkan sarana penyediaan program homeschooling.
Ada beberapa alasan mengapa para orang tua di Indonesia lebih memilih sekolah rumah. Kecendrungannya antara lain, bisa menekankan kepada pendidikan moral atau keagamaan, memperluas lingkungan sosial dan tentunya suasana belajar yang lebih baik, selain memberikan pembelajaran langsung yang konstekstual, tematik, nonskolastik yang tidak tersekat-sekat oleh batasan ilmu.
Menurut Ela Yuliawati, pandangan ini memberikan pengertian luas kepada setiap orang untuk lebih mengekspresikan keinginan dan kemampuan dalam menimba ilmu, tidak hanya di lingkungan yang dinamakan sekolah. Bahkan kesempatan mendapatkan ilmu yang lebih juga memiliki peluang besar sejalan dengan perkembangan pendidikan.
Hal ini yang kemudian membuat homeschooling dipilih sebagai salah alternatif proses belajar mengajar dalam perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Hingga kemudian model homeschooling (Sekolah Rumah) dimasukan dalam revisi UU pendidikan no 20 tahun 2003.
Penerapan Homeschooling
Menurut Seto Mulyadi, Ketua Komnas Anak, kemunculan homeschooling sebagai salah satu alternatif memang perlu dibuktikan keberhasilannya sebagai sebuah kompetisi proses menimba melalui sistem non formal.
Secara etimologis, home schooling (HS) adalah sekolah yang diadakan di rumah. Meski disebut home schoooling, tidak berarti anak akan terus menerus belajar di rumah, tetapi anak-anak bisa belajar di mana saja dan kapan saja asal situasi dan kondisinya benar-benar nyaman dan menyenangkan seperti layaknya berada dirumah.  Keunggulan secara individual inilah yang memberi makna bagi terintegrasinya mata pelajaran kepada peserta didik.
Seto mengatakan, perlunya dukungan penuh dari orang tua untuk belajar, menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan, dan memelihara minat dan antusias belajar anak. Karena dibalik kemudahan, Sekolah rumah juga memerlukan kesabaran orangtua, kerja sama antaranggota keluarga, dan konsisten dalam penanaman kebiasaan.
Seto menampik sejumlah mitos yang dinilainya keliru tentang homeschooling selama ini. Misalnya, anak kurang bersosialisasi, orang tua tidak bisa menjadi guru, orang tua harus tahu segalanya, orang tua harus meluangkan waktu 8 jam sehari, waktu belajar tidak sebanyak waktu belajar sekolah formal, anak tidak terbiasa disiplin dan seenaknya sendiri, tidak bisa mendapatkan ijazah dan pindah jalur ke sekolah formal, tidak mampu berkompetisi, dan homeschooling mahal. "Itu keliru," ucapnya.
Ada beberapa klasifikasi format homeschooling, yaitu:
1. Homeschooling tunggal
Dilaksanakan oleh orangtua dalam satu keluarga tanpa bergabung dengan lainnya karena hal tertentu atau karena lokasi yang berjauhan.
2. Homeschooling majemuk
Dilaksanakan oleh dua atau lebih keluarga untuk kegiatan tertentu sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orangtua masing-masing. Alasannya: terdapat kebutuhan-kebutuhan yang dapat dikompromikan oleh beberapa keluarga untuk melakukan kegiatan bersama. Contohnya kurikulum dari Konsorsium, kegiatan olahraga (misalnya keluarga atlit tennis), keahlian musik/seni, kegiatan sosial dan kegiatan agama
3. Komunitas homeschooling
Gabungan beberapa homeschooling majemuk yang menyusun dan menentukan silabus, bahan ajar, kegiatan pokok (olah raga, musik/seni dan bahasa), sarana/prasarana dan jadwal pembelajaran. Komitmen penyelenggaraan pembelajaran antara orang tua dan komunitasnya kurang lebih 50:50.
Alasan memilih komunitas homeschooling antara lain:
- Terstruktur dan lebih lengkap untuk pendidikan akademik, pembangunan akhlak mulia dan pencapaian hasil belajar
- Tersedia fasilitas pembelajaran yang lebih baik misalnya: bengkel kerja, laboratorium alam, perpustakaan, laboratorium IPA/Bahasa, auditorium, fasilitas olah raga dan kesenian
- Ruang gerak sosialisasi peserta didik lebih luas tetapi dapat dikendalikan
- Dukungan lebih besar karena masing-masing bertanggung jawab untuk saling mengajar sesuai keahlian masing-masing
- Sesuai untuk anak usia di atas 10 tahun
- Menggabungkan keluarga tinggal berjauhan melalui internet dan alat informasi lainnya untuk tolak banding (benchmarking) termasuk untuk standardisasi
Tantangan homeschooling
Dalam perkembangannya, homeschooling juga menghadapi beberapa tantangan, yaitu:
1. Homeschooling tunggal
- Sulitnya memperoleh dukungan/tempat bertanya, berbagi dan berbanding keberhasilan
- Kurang tempat sosialisasi untuk mengekspresikan diri sebagai syarat pendewasaan
- Orang tua harus melakukan penilaian hasil pendidikan dan mengusahakan penyetaraannya
2. Homeschooling majemuk
- Perlu kompromi dan fleksibilitas jadwal, suasana, fasilitas dan kegiatan tertentu
- Perlu ahli dalam bidang tertentu walaupun “kehadiran” orang tua harus tetap ada
- Anak-anak dengan keahlian/kegiatan khusus harus menyesuaikan/menerima lingkungan lainnya dengan dan menerima “perbedaan-perbedaan” lainnya sebagai proses pembentukan jati diri
- Orang tua masing-masing penyelenggara homeschooling harus menyelenggarakan sendiri penyetaraannya
3. Komunitas homeschooling
- Perlunya kompromi dan fleksibilitas jadwal, suasana, fasilitas dan kegiatan tertentu yang dapat dilaksanakan bersama-sama
- Perlunya pengawasan yang professional sehingga diperlukan keahlian dalam bidang tertentu walaupun “kehadiran” orang tua harus tetap ada
- Anak-anak dengan keahlian atau kegiatan khusus harus juga bisa menyesuaikan dengan lingkungan lainnya dan menerima “perbedaan-perbedaan” lainnya sebagai proses pembentukan jati diri.
Kekuatan homeschooling
Sebagai sebuah pendidikan alternatif, homeschooling juga mempunyai beberapa kekuatan dan kelemahan. Kekuatan/kelebihan homeschooling adalah:
- Lebih memberikan kemandirian dan kreativitas individual bukan pembelajaran secara klasikal
- Memberikan peluang untuk mencapai kompetensi individual semaksimal mungkin sehingga tidak selalu harus terbatasi untuk membandingkan dengan kemampuan tertinggi, rata-rata atau bahkan terendah
- Terlindungi dari “tawuran”, kenakalan, NAPZA, pergaulan yang menyimpang, konsumerisme dan jajan makanan yang malnutrisi
- Lebih bergaul dengan orang dewasa sebagai panutan
- Lebih disiapkan untuk kehidupan nyata
- Lebih didorong untuk melakukan kegiatan keagamaan, rekreasi/olahraga keluarga
- Membantu anak lebih berkembang, memahami dirinya dan perannya dalam dunia nyata disertai kebebasan berpendapat, menolak atau menyepakati nilai-nlai tertentu tanpa harus merasa takut untuk mendapat celaan dari teman atau nilai kurang
- Membelajarkan anak-anak dengan berbagai situasi, kondisi dan lingkungan sosial
- Masih memberikan peluang berinteraksi dengan teman sebaya di luar jam belajarnya
Sedangkan kelemahan homeschooling adalah:
- Anak-anak yang belajar di homeschooling kurang berinteraksi dengan teman sebaya dari berbagai status sosial yang dapat memberikan pengalaman berharga untuk belajar hidup di masyarakat
- Sekolah merupakan tempat belajar yang khas yang dapat melatih anak untuk bersaing dan mencapai keberhasilan setinggi-tingginya
- Homeschooling dapat mengisolasi peserta didik dari kenyataan-kenyataan yang kurang menyenangkan sehingga dapat berpengaruh pada perkembangan individu
- Apabila anak hanya belajar di homeschooling, kemungkinan ia akan terisolasi dari lingkungan sosial yang kurang menyenangkan sehingga ia akan kurang siap untuk menghadapi berbagai kesalahan atau ketidakpastian
Prasyarat keberhasilan homeschooling
Agar homeschooling dapat dilaksanakan dengan baik dan anak dapat merasa nyaman dalam belajar, maka ada beberapa prasyarat keberhasilan dalam menyelenggarakan homeschooling, yaitu:
- Kemauan dan tekad yang bulat
- Disiplin belajar-pembelajaran yang dipegang teguh
- Ketersediaan waktu yang cukup
- Keluwesan dalam pendekatan pembelajaran
- Kemampuan orang tua mengelola kegiatan
- Ketersediaan sumber belajar
- Dipenuhinya standar yang ditentukan
- Ditegakkannya ketentuan hukum
- Diselenggarakannya program sosialisasi agar anak-anak tidak terasing dari lingkungan masyarakat dan teman sebaya
- Dijalinnya kerjasama dengan lembaga pendidikan formal dan nonformal setempat sesuai dengan prinsip keterbukaan dan multimakna
- Terjalin komunikasi yang baik antar penyelenggara homeschooling
- Tersedianya perangkat penilaian belajar yang inovatif (misalnya dalam bentuk portofolio dan kolokium)
Orang Tua, Guru Juga Teman
Lalu, apa yang yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam menyelenggarakan sekolah rumah? Seto mengatakan, orang tua harus menjadikan anak sebagai teman belajar dan menempatkan diri sebagai fasilitator. ""Orang tua harus memahami bahwa anak bukan orang dewasa mini," tuturnya.
"Anak," kata Seto, "Perlu bermain. Itu yang perlu dipahami oleh orang tua. Karena itu pula, orang tua tidak boleh arogan dengan menempatkan diri sebagai guru, tapi belajar bersama. Kalau tidak siap dengan itu, menurut Seto, lebih baik jangan menyelenggarakan sekolah rumah."
"Orang tua, tetap perlu terus menambah pengetahuan. Tidak mesti menguasai semua jenis ilmu, yang penting, memiliki pemahaman tentang anak. Bila orang tua kurang mengerti pelajaran biologi atau matematika, misalnya, orang tua bisa mendatangkan guru untuk pelajaran tersebut dan belajar bersama anak. Dengan demikian, anak akan merasa tidak lebih rendah, tapi sebagai sahabat dalam belajar," ungkap Kak Seto menambahkan.
Bagaimana dengan kedua orang tua yang bekerja sehingga merasa tidak punya waktu untuk memberikan pembelajaran kepada anak dalam menyelenggarakan homeschooling? Seto mengatakan, "itu tidak boleh menjadi alasan."
"Sesibuk apa pun orang tua, tetap harus punya waktu untuk anak. Kalau tidak punya waktu, jangan punya anak," ucap psikolog yang juga menyelenggarakan homeschooling bagi anak sulungnya itu.
Pembelajaran sekolah rumah sebaiknya menyesuaikan dengan standar kompetensi yang telah ditentukan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Ini agar sejalan dengan pertumbuhan dan kemampuan anak, di samping dapat diikutkan dalam evaluasi dan ujian yang diselenggarakan secara nasional.
Standar kompetensi menjadi panduan yang harus dimiliki seorang anak pada kelas tertentu. Anak kelas VI SD atau setara, misalnya, minimal sudah harus menguasai pelajaran matematika sampai batas tertentu pula. "Standar kompetensi ini," kata Seto, "Dapat diperoleh di Dinas Pendidikan yang ada di daerah masing-masing."
Evaluasi bagi anak yang mengikuti homeschooling dapat dilakukan dengan mengikutkan pada ujian Paket A yang setara dengan SD atau Paket B setara SMP. "Pada dasarnya," kata Seto, "Evaluasi tersebut dapat pula dilakukan dengan menginduk ke sekolah formal yang ada." Menurutnya, seharusnya ini bisa dilakukan karena sekolah rumah bukan sekolah liar. Kiranya para orang tua harus berkaca diri dulu sebelum menyelenggarakan sekolah rumah bagi sang buah hati. (Her/rev)

Keunggulan Home schooling 2


Home Schooling, Gimana Ya?

Beberapa tokoh dunia ternyata jebolan dari home schooling. 

Ayah dan bunda, bahkan mungkin juga si kecil pasti mengenal Thomas Alfa Edison. Penemu lampu pijar ini adalah salah satu ilmuwan terpenting di dunia. Ternyata, Thomas kecil adalah siswa yang kurang sukses di sekolah. Karena dikeluarkan dari sekolah, akhirnya dia menjalani home schooling dan diajar sendiri oleh ibunya, Nancy Matthews Edison.

Ternyata pengajaran yang dilakukan oleh ibunya sendiri tersebut tidak sia-sia. Tingkah-tingkah aneh yang membingungkan gurunya—sehingga membuatnya dikeluarkan dari sekolah, ternyata bisa dipahami oleh ibunya dan itu justru menjadi cikal bakal dari penemuan-penemuan Thomas. Selain Thomas Alfa Edison, beberapa tokoh dunia seperti Einstein, Alexander Graham Bell, Wodrow Willson dan Mark Twain adalah beberapa orang yang mengenyam pendidikan di rumah.

Meskipun baru naik daun akhir-akhir ini, sebenarnya metode home schooling sudah ada di Indonesia sejak jaman dulu, ketika masih masa penjajahan. Ki Hadjar Dewantara, Buya Hamka dan KH Agus Salim adalah beberapa nama yang lebih dulu mengenyam sistem pendidikan di rumah ini.

Keunggulan Home schooling 1


DITULIS OLEH MUJTAHID   
JUMAT, 07 MEI 2010 08:44
SAAT ini, masyarakat mulai banyak meminati homeschooling sebagai sarana pengembangan pendidikan bagi anak-anaknya. Homeschooling atau sekolah rumah merupakan sistem pendidikan yang dilakukan di rumah dan merupakan sebuah sekolah alternatif yang menempatkan anak-anak sebagai subjek dengan pendekatan pendidikan secara at home.
Dalam Sistem Pendidikan Nasional, homeschooling adalah perwujudan dari pendidikan informal yang diakui eksistensinya di dalam UU No. 20 Tahun 2003. Jalur pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan (pasal 1). Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan yang terdapat dalam pasal 27 ayat 2.
Maulia D. Kembara, penulis buku berjudul “Panduan Lengkap Homeschooling” (2007) menyatakan bahwa secara yuridis penyelenggaraan homeschooling memiliki basis legal yang kuat dan merupakan salah satu kekayaan keragaman model pendidikan yang berjalan di tengah masyarakat.

Tidak hanya legalitas saja yang kuat, melainkan juga dukungan pemerintah terhadap keberadaan homeschooling ditunjukkan melalui penandatangan Nota Kesepahaman antara Depdiknas dan Asosiasi Sekolahrumah dan Pendidikan Alternatif Indonesia (Asah Pena) pada 10 Januari 2007 yang berisi pengakuan Komunitas Sekolahrumah sebagai salah satu bentuk Satuan Pendidikan Kesetaraan.
Dengan pendekatan at home, anak-anak juga akan merasa nyaman belajar karena mereka bisa belajar apa pun sesuai dengan keinginannya, kapan saja, dan di mana saja seperti ia berada dirumahnya. Tapi meski disebut homeschooling, tidak berarti anak akan terus-menerus belajar di rumah, mereka bisa belajar di mana saja dan kapan saja asal situasi dan kondisinya benar-benar nyaman serta menyenangkan seperti di rumah.
Salah satu filosofi dasar homeschooling yang membedakannya dari model pendidikan sekolah formal adalah peluang untuk melakukan kustomisasi materi dan metode pembelajaran bagi anak-anak. Dengan pijakan awal pada minat dan kemampuan anak-anak, keluarga homeschooling dapat menyusun dan memilih materi-materi belajar yang paling sesuai dengan anak-anak. Demikian pun, metode pembelajaran juga dapat lebih fleksibel mengikuti gaya belajar anak-anak yang mungkin berbeda satu sama lainnya.
Hal inilah yang membedakan dengan model sekolah umum (formal) yang dibangun berdasarkan asumsi sebuah standar tertentu yang diterapkan secara menyeluruh untuk seluruh siswa dalam satu jenjang yang sama.
Dalam sistem sekolah, perkembangan anak-anak diukur dalam jenjang-jenjang pendidikan mulai kelas SD, SMP, dan SMA; mulai kelas 1, kelas 2, dan seterusnya. Di dalam setiap tingkat atau kelas, seorang siswa harus mempelajari satu paket mata pelajaran tertentu. Untuk naik ke tingkat berikutnya, siswa harus lulus seluruh pelajaran yang ada tingkat itu, atau paling tidak lulus materi-materi inti dan memiliki standar rata-rata yang melampaui ambang batas tertentu.
Kustomisasi dan individualisasi proses pendidikan adalah kekuatan homeschooling. Model pendidikan semacam ini memiliki pijakan kuat dengan semakin luasnya penerimaan masyarakat dan dunia pendidikan terhadap teori Kecerdasan Majemuk (multiple intelligences) yang pertama kali dikembangkan Howard Gardner.
Dalam upaya memberikan layanan terbaik bagi anak-anak, para keluarga homeschooling berusaha memelihara fleksibilitas, baik dalam pemilihan materi ajar maupun metodologi yang digunakan oleh anak-anak untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diraihnya.
Kemunculan homeschooling juga merupakan bentuk kritik terhadap realita negatif terutama ketidakefektifan dan ketidakefisienan sebagian besar proses belajar di sekolah formal, serta merupakan alternatif proses pendidikan yang memberikan peluang seluas-luasnya kepada peserta didiknya untuk mengembangkan diri, memilih akses terbaik untuk memenuhi “kehausan” mereka terhadap materi pendidikan.
Namun belakangan ini, konsep homeschooling semakin luas dan menarik perhatian dunia pendidikan kita. Menyadari trend homeschooling yang begitu kuat di masyarakat, berarti kini telah terjadi sebuah perubahan besar terhadap pendidikan formal. Sebab kehadiran homeschooling dewasa ini merupakan salah satu model pendidikan alternatif informal yang menggantikan pendidikan formal di sekolah.
Sampai saat ini, belum ada data pasti berapa jumlah anak-anak yang mengikuti homeschooling di Indonesia. Namun kini makin banyak orang tua yang berminat menyekolahkan anaknya dengan sistem homeschooling. Homeschooling sebagai salah satu elemen pendidikan alternatif sudah terakomodasi dalam sistem pendidikan nasional. Homeschooling bisa didaftarkan sebagai komunitas belajar pendidikan informal dan pesertanya bisa mengikuti kejar paket A (setara SD), kejar paket B (SMP), dan kejar paket C (SMA).
Keberhasilan pendidikan model homeschooling sudah tidak diragukan lagi. Para alumni homeschooling cukup banyak yang menjadi tokoh pergerakan nasional. KH. Agus Salim, Ki Hajar Dewantara, dan Buya Hamka adalah tiga di antara tokoh-tokoh nasional yang belajar dengan sistem homeschooling. Begitu juga dengan banyak nama yang termashur di dunia.

Jenis Homeschooling
Merespons antusiasme masyarakat terhadap homeschooling, kini setidaknya terdapat tiga jenis yang dilakukan oleh para pegiat homeschooling. Pertama, homeschooling tunggal. Jenis homeschooling tunggal hanya melibatkan orang tua dalam satu keluarga tanpa bergabung dengan lainnya. Orang tua harus mengambil peran pembimbing, teman belajar, sekaligus penilai. Trend jenis pertama ini diminati para selebritis muda saat ini, seperti di kota-kota besar. Mereka menyewa seorang guru yang datang ke rumah beberapa kali seminggu. Beberapa kasus, bahkan guru datang ke tempat selebritis tadi beraktivitas, misalnya tempat syuting, studio rekaman, dan seterusnya.
Kedua, homeschooling majemuk. Tipe ini melibatkan lebih dari satu keluarga untuk kegiatan belajar anak dan tetap orang tuanya masing-masing. Karena berkolaborasi dengan anak-anak lain, tetntu saja proses belajar menjadi lebih dinamis. Insting sosial pada diri anak pun bisa “tumpah” dan semangat berkompetisi pun akan muncul. Kekhasan homeschooling majemuk yaitu keharusan mereka untuk belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan belajar dan karakter-karakter teman belajar.
Ketiga, komunitas homeschooling. Tipe ketiga ini merupakan gabungan beberapa homeschooling majemuk yang menyusun dan menentukan silabus, bahan ajar, kegiatan pokok, sarana-prasarana, dan jadwal belajar. Karena berkolaborasi yang relatif majemuk, model ketiga ini lebih terstruktur dan lengkap untuk pendidikan akademik, pembinaan akhlak, dan pencapaian hasil belajar. Selain itu, juga ditunjang fasilitas pembelajaran yang relatif lebih lengkap dan memadahi.
Keunggulan Homeschooling
Homeschooling sebagai salah satu alternatif proses pendidikan akan membuka peluang seluas-luasnya kepada anak didik untuk mengembangkan diri, memilih akses terbaik guna meraih “kehausan” mereka terhadap materi pendidikan. Selain itu, orang tua juga dapat memaksimalkan diri dalam memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak-anaknya.
Homeschooling mendorong adanya interaksi antara orang tua dengan anak lebih intensif. Orang tua memainkan fungsi sentral mendidik anak-anak mereka sehingga tahu perkembangan otak, emosi, dan sosial anak secara langsung.
Pengawasan orang tua lebih intensif kepada anak-anaknya. Orang tua tidak khawatir anaknya jauh dari rumah. Homeschooling memungkinkan orang tua untuk terus-menerus mendampingi sekaligus memonitor perkembangan mental, pembelajaran, kontak sosial, dan penguasaan intelektual mereka. Dalam homeschooling, tugas “guru” yang diambil orang tua lebih berfungsi untuk menamkan sikap mental belajar mandiri.
Standar penerapan gaya belajar homeschooling berusaha menciptakan kebebasan dan fleksebelitas demi berkembangnya kompetensi anak didik. Kegiatan dan waktu belajar lebih luwes. Kesempatan bersosialisasi meluas, yang tidak terbatas pada teman sebaya, akan tetapi juga dengan orang dewasa. Sosialisasi ini akan membantu mereka lebih cepat memahami perbedaan.
Homeschooling sebagai tempat untuk melatih anak didik belajar dari pengalaman. Keistemewaan inilah yang sangat mungkin menempatkan anak pada dunia nyata. Homeschooler tidak lagi mengajari soal, tetapi menyelesaikan persoalan, tidak lagi book smart tetapi street smart.

Catatan Akhir
Menyadari peran dan fungsi homeschooling sebagai terobosan pembelajaran anak didik dewasa ini, gagasan Maulia D. Kembara layak menjadi bahan pijakan bagi pelaku pendidikan; khususnya guru dan orangtua. Sentuhan tangan ’kaum Hawa’ ini mampu membuka ‘lorong gelap’ homeschooling selama ini. Gagasan ini layak diapresiasi secara positif bagi siapa saja yang cinta dunia pendidikan.
Untuk mengatasi kegamangan bagi orangtua dalam memilih model pendidikan formal selama ini, pendidikan alternatif homescholling dapat menjawab tantangan masa depan bahwa pilihan sekolah formal saja tidak cukup, karena beberapa kasus sekolah formal juga tidak menjamin aman bagi anak-anak mereka, terutama pada semakin banyaknya kasus kekerasan anak di sekolah/lembaga pendidikan.
*) Mujtahid, Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maliki Malang
 

Rabu, 28 September 2011

Tentang Homeschooling Kak Seto Surabaya


oleh hskssurabaya
Setiap anak mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Sedapat mungkin setiap anak memperoleh pendidikan yang layak bagi diri mereka.  Namun, dari pengalaman di lapangan menunjukkan banyak anak mendapatkan pengalaman yang kurang menyenangkan selama  bersekolah. Sebut saja, kasus bullying, bentakan dan kekerasan dari guru bahkan pemasungan  kreativitas anak. Pengalaman-pengalaman yang kurang berkesan tersebut menimbulkan phobia terhadap sekolah (school phobia) bagi anak dan orangtua.
Penyeragaman kemampuan dan keterampilan semua anak untuk seluruh bidang turut mematikan  minat dan bakat yang tentunya berbeda-beda, karena setiap anak adalah unik. Lebih jauh lagi, kurikulum yang terlalu padat dan tugas-tugas rumah yang menumpuk membuat kegiatan belajar  menjadi suatu beban bagi sebagian anak.
Surabaya sebagai kota metropolitan kedua setelah Jakarta, memiliki ciri-ciri seperti pada umumnya kotabesar. Yaitu kota perdagangan yang sibuk,kota yang tak pernah tidur, mobilitas penduduk tinggi, tingkat polusi yang tinggi akibat asap pabrik dan kendaraan bermotor.  Hal-hal  tersebut memicu kesulitan belajar bagi anak, Diantaranya banyak anak harus membagi waktu antara belajar dan membantu orang tuanya berdagang. Anak-anak yang sibuk mengembangkan kariernya sebagai artis, atlet atau pemusik. Sehingga membuat mereka sulit menyesuaikan diri dengan jadwal yang padat dan tugas yang menumpuk dari sekolah. Selain itu orangtua yang sering berpindahkotakarena tugas membuat anak harus sering beradaptasi pada lingkungan yang baru. Kondisi lingkungankotayang  polusi menyebabkan banyak anak rentan sakit dan gangguan  kesehatan lain sehingga  tidak masuk sekolah dan  tertinggal pelajaran.
 Melihat kondisi tersebut, maka perlu dicarikan solusi alternatif  bagi anak-anak yang kurang cocok dengan sistem pendidikan formal. Salah satu bentuknya adalah  kegiatan homeschooling. Sekolah rumah atau homeschooling, menurut direktur Pendidikan Masyarakat Departemen  Pendidikan Nasional Ella Yulaelawati, adalah proses layanan pendidikan yang secara sadar, teratur  dan terarah dilakukan oleh orangtua atau keluarga. Proses belajar mengajar homeschooling pun berlangsung dalam suasana kondusif.
 Homeschooling dan Sekolah Umum
Pada hakekatnya, homeschooling maupun sekolah umum, sama-sama sebagai sarana untuk menghantarkan anak-anak mencapai tujuan pendidikan seperti yang diharapkan. Tapi homeschooling dan sekolah memiliki perbedaan.
Sistem sekolah, tanggung jawab pendidikan anak didelegasikan orangtua kepada guru dan pengelola sekolah. Sistem terstandarisasi untuk memenuhi kebutuhan anak secara umum. Jadwal belajar seragam untuk seluruh siswa, pengaturan dan penentuan kurikulum dan materi pengajaran terpusat.
Pada homeschooling, tanggung jawab pendidikan anak sepenuhnya berada di tangan orangtua. Sistem disesuaikan dengan kebutuhan anak dan kondisi keluarga, jadwal belajar fleksibel, tergantung kesepakatan anak dan orangtua, materi belajar dan kurikulum ditentukan oleh orangtua. Orangtua dapat  mengembangkan potensi-potensi intelegensi yang dimiliki anak karena potensi setiap anak berbeda  dan unik.
Home Schooling Kak Seto
Dari sekian banyak homeschooling yang ada di Indonesia, salah satunya Home Schooling Kak Seto (HSKS) menawarkan konsep yang berbeda. Dengan mengusung Brand Image Kak Seto sebagai psikolog, tokoh Nasional  yang peduli Anak dan pendidikan, serta icon homeschooling dan pendidikan alternatif. HSKS adalah sekolah alternatif yang menempatkan anak-anak sebagai subyek  dengan pendekatan secara ”at home” atau di rumah. Sehingga anak-anak merasa nyaman belajar, karena mereka mereka dapat belajar apapun sesuai dengan keinginannya dengan jam belajar yang  fleksibel: mulai dari bangun tidur sampai berangkat tidur lagi.
Jenjang pendidikan pada HSKS mulai dari tingkat SD, SMP, dan SMA.  Pada tingkat SD terdiri dari kelas I sampai kelas VI, pada tingkat SMP terdiri dari kelas VII sampai  kelas IX sedangkan tingkat SMA terdiri dari kelas X sampai kelas XII.
 Homeschooling Kak Seto (HSKS) dilaksanakan berdasarkan filosofi sederhana “belajar dapat dilakukan kapan saja, dimana saja dan dengan siapa saja”.  Visi HSKS adalah sebagai salah satu institusi pendidikan anak yang unggul dan menyediakan  program pendidikan bagi anak agar memiliki keterampilan, life skill, dan karakter yang kokoh  sebagai calon pemimpin bangsa di masa depan.
 LEGALITAS  Ijazah
 Undang-undang no. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengakomodasi  homeschooling sebagai salah satu alternatif pembelajaran yang dapat dilakukan oleh masyarakat.
Dalam pelaksanaannya, homeschooling berada di bawah naungan Direktorat Pendidikan Kesetaraan,  Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, Departemen Pendidikan Nasional RI. Siswa yang  memilih homeschooling akan memperoleh ijazah kesetaraan yang dikeluarkan oleh KEMENDIKNAS,  yaitu: Paket A setara SD, Paket B setara SMP, Paket C setara SMA.  Ijazah ini dapat digunakan  untuk meneruskan pendidikan ke sekolah formal yang lebih tinggi, bahkan ke sekolah-sekolah luar  negeri sekalipun.
Kurikulum
Homeschooling Kak Seto mengacu kepada peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun  2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Selain itu kurikulum yang diterapkan adalah  kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang disusun oleh Homeschooling Kak Seto. Dalam  kegiatan tutorial kedua acuan tersebut disusun dan disampaikan dengan metode Homeschooling Kak  Seto sehingga dirasakan berbeda dengan sekolah formal, agar  peserta dapat mengikuti proses  pembelajaran dengan menyenangkan.
Proses Pembelajaran
Komunitas
Merupakan proses pembelajaran dimana siswa dikumpulkan di sebuah kelas untuk  belajar sambil bersosialisasi dengan teman-temannya. Dalam komunitas jadwal belajar siswa   ditentukan oleh HSKS Surabaya.
Distance Learning
Merupakan proses pembelajaran dimana siswa belajar di rumah menggunakan modul  dan orangtua yang berperan besar sebagai pendidiknya. Dalam Distance Learning jadwal belajar  disusun sesuai kesepakatan antara siswa dan orang tua. Orangtua dapat menambah tutor dari HSKS  atau pihak lain jika diperlukan.
Kegiatan
Kegiatan di Homeschooling Kak Seto (HSKS) terbagi atas 2 kegiatan yaitu :
A.   Kegiatan yang berhubungan dengan proses pembelajaran siswa  (homeschooler) dimana kegiatan tersebut membantu  proses belajar siswa menjadi menyenangkan  seperti :
1. Games
            Merupakan kegiatan yang dilakukan pada awal pembelajaran. Tujuannya untuk mengkondisikan siswa agar lebih siap dan tenang dalam belajar. Dalam kegiatan ini tutor memberikan  games atau permainan yang dapat merangsang kemampuan motorik, analisis, teamwork, berpikir  kritis dan kreatif.
2.  Inspiring Story
            Adalah kegiatan yang dilakukan sebelum pembelajaran bergantian dengan games.  Tutor maupun homeschooler akan memceritakan kisah-kisah yang dapat memotivasi dan menginspirasi. Bisa berupa pengalaman Tutor atau siswa (sharing) juga pengalaman tokoh-tokoh sukses di Indonesia atau manca negara.
3.  Project Class
            Merupakan salah satu kegiatan dan metode belajar yang memadukan kemampuan motorik kasar dan halus homeschooler dengan  kemampuan logika dan analisisnya.  Siswa mempraktekkan teori untuk menghasilkan karya yang berguna atau melakukan percobaan-percobaan ilmiah. Kegiatan  disesuaikan dengan tingkatan kelas siswa (SD, SMP, SMA).
4.  Distance Learning (DL) Gathering
            Merupakan kegiatan yang melibatkan seluruh homeschooler (siswa) yang memilih program  Distance Learning. Kegiatan ini dilakukan dua kali dalam satu semester. Dengan Distance Learning  Gathering ini homeschooler dapat mengenal dan bersosialisasi dengan sesama teman homeschooler  serta tidak hanya belajar di rumah.
5.  Nonton Bareng
            Kegiatan pembelajaran dengan menonton pertunjukan film, teater, konser musik,  drama modern dan tradisional  yang sesuai dengan usia dan perkembangan homeschooler.
6.  Outing  (field trip)
            Outing merupakan proses pembelajaran dimana homeschooler belajar di luar kelas baik berupa  kunjungan ke tempat terbuka maupun tertutup yang memiliki nilai edukasi yang baik, seperti:   musium, perpustakaan, pusat seni/ketrampilan, industri manufacturing, kebun satwa, kebun flora,  hutan lindung dll. Kegiatan ini dilaksanakan sebulan sekali.
7. Ekstrakurikuler
            Kegiatan ini meliputi kegiatan olah fisik / olahraga dan kegiatan dibidang seni sesuai  dengan minat dan bakat siswa seperti seni musik, olah vokal, seni lukis, tari dan menulis / journalis.
B. Kegiatan yang berhubungan dengan orangtua wali murid :
Parent’s Meeting
            Kegiatan ini dilakukan dua kali dalam satu semester dimana orangtua/ wali murid akan memperoleh laporan perkembangan putra/ putrinya dari pihak sekolah. Kegiatan berupa seminar,  konseling dan pembagian hasil kegiatan belajar putra/putrinya.
Bimbingan Konseling
Adalah salah satu bentuk pelayanan kepada homeschooler dan orangtua berkaitan dengan kondisi psikologis maupun sosial yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar. Kegiatan ini  meliputi pemberian materi di kelas, pemberian motivasi belajar, konsultasi pribadi dan diskusi  kelompok dengan orangtua dan homeschooler.
Lembaga Pedidikan Nurul Izza, sebagai  pemerhati dan praktisi pendidikan bekerjasama dengan Dr. Seto Mulyadi mendirikan Homeschooling  Kak Seto (HSKS) di Surabaya. HSKS Surabaya menempati kampus di Jl. Sidosermo Airdas Kav – A7 Surabaya. Telepon : 031 – 8473116 Fax : 031 – 8491824, E-mail:hsks.surabaya@yahoo.com
Contact Person : Kak Emy (0856 4224 5663),  Kak Lis ( 031 78278108 ).

Kak Seto Canangkan Homeschooling sebagai Pendidikan Alternatif


Jurnalnet.com (Bandung): Pakar Pendidikan Anak, Seto Mulyadi atau dikenal sebagai Kak Seto, mengaku telah mencanangkan Program Home School sebagai alternatif pendidikan bagi anak-anak tanpa perlu belajar di sekolah, namun masih diupayakan agar anak didiknya bisa mengkuti ujian kesetaraan dari Pemerintah

`Bersama beberapa komunitas yang peduli pendidikan untuk semua, kami sudah membentuk Asosiasi Sekolah Rumah Pendidikan Alternatif (Asah Pena) pada 4 Mei lalu dan asosiasi ini diharapkan dapat memberikan pembelajaran alternatif bagi anak-anak tanpa harus pergi ke sekolah,` katanya.

Pembentukan ini sudah disampaikan kepada beberapa menteri dan Dirjen Pendidikan agar mendapat dukungan dari Pemerintah.

`Kami mencanangkannya di Departemen Pendidikan Nasional dan Dirjen sebagai pelindungnya, Direktur Kesetaraan sebagai penasihat yang akan mengatur ujian kesetaraan bagi anak yang ikut program Home School ini,` kata Kak Seto yang sudah menerapkan konsep ini pada tiga dari empat orang anaknya.

Ia menuturkan penerapan kurikulum pendidikan sekarang ini dapat dilakukan masing-masing sekolah sesuai dengan kewenangannya untuk menyusun kompetensi dasar kurikulum dan dapat juga berlaku untuk mereka yang memilih untuk belajar di rumah. `Kita bisa menyusun kurikulum dan evaluasi sendiri sesuai dengan delapan standar kompetensi yang sudah ditetapkan Depdiknas,` katanya.

Kak Seto mengingatkan, anak adalah potensi unggul dan penggalian potensi itu tergantung kemampuan guru untuk memberdayakan dan memfasilitasinya karena guru yang baik akan berfungsi sebagai fasilitator.

Ia menjelaskan, kurikulum yang dipakai dalam Home School juga sama yaitu mencakup standar isi, kelulusan, serta proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.

Konsep belajar di rumah ini, menurut Kak Seto, bisa dilakukan semenjak si anak bangun tidur sampai ia tidur kembali. Demikian juga tempat belajar bisa beragam, mulai dari ruang makan, dapur, kebun, pengalamannya berjalan bersama orang tuanya seperti mengunjungi dokter dan bertemu polisi di jalanan. `Semuanya pembelajaran benar-benar diaplikasikan dalam hidup,` katanya.

Konsep sistem belajar di rumah ini sudah banyak dilakukan di berbagai kota, seperti Yogyakarta, Bali, Manado, dan Balikpapan, bahkan sudah ada memulainya semenjak empat hingga 10 tahun lalu.

`Intinya, kita tetap bisa membuat mereka belajar dan memenuhi hak anak atas pendidikan tanpa dibatasi oleh biaya, jarak, anak cacat atau normal. Pembelajaran setiap anak berbeda, tidak bisa digeneralisir,` tuturnya.

Seto menambahkan orang tua tidak perlu khawatir dengan pendidikan lanjut bagi anaknya karena, untuk kelulusan tingkat sekolah dasar ada sekitar 17 kompetensi yang harus dipenuhi, antara lain, si anak bisa bergaul, sopan kepada orang tua, menerapkan pelajaran agama dengan benar.

`Caranya terserah masing-masing, tapi yang pasti, paradigma bahwa anak itu bagaikan sebuah gelas kosong dan harus diisi oleh guru sebaiknya harus ditinggalkan,` demikian pakar pendidikan anak.

Pada bagian lain ia juga mengkritik, standar kurikulum pendidikan di Indonesia yang dinilai cukup berat bagi anak-anak karena jumlah jam belajar mencapai lebih dari 1.400 jam per tahun, padahal, maksimal jam belajar yang ditetapkan Organisasi Pendidikan PBB (UNESCO) hanyalah 800 jam per tahun.

`Beban kurikulum yang melebihi standar tersebut malah akan menyebabkan anak tidak mau belajar dan kesan sekolah sebagai tempat yang menyenangkan menjadi hilang,` katanya. Indikasi kejenuhan belajar itu terlihat dari sikap anak-anak yang merasa senang jika sekolahnya diliburkan jika guru-gurunya harus melakukan rapat.

Oleh sebab itu, pendidikan jangan selalu diindentikkan dengan sekolah karena inti dari pendidikan adalah menciptakan suasana di mana potensi masing-masing anak bisa berkembang secara optimal. `Banyak contoh belajar di rumah bisa lebih efektif, seperti yang diterapkan oleh Ki Hajar Dewantara atau Buya Hamka,` ucapnya. ***

Kak Seto: Jam Belajar Anak SD Indonesia Lebihi Standar UNESCO


Kapanlagi.com - Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Seto Mulyadi, mengatakan, jam belajar anak Sekolah Dasar (SD) di Indonesia mencapai 1.400 jam per tahun, melebihi standar jam belajar 800 jam per tahun yang telah ditetapkan UNESCO.
"Standar belajar UNESCO 800 jam per tahun untuk anak SD, sedangkan anak SD di Indonesia belajarnya mencapai 1.400 jam. Kejamnya luar biasa," ujar Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak yang akrab dipanggil Kak Seto, di Jakarta, Sabtu (14/4) sore.

Menurut dia, istilah wajib belajar sekarang ini salah. Mengenyam pendidikan bagi anak merupakan hak bukan kewajiban, justru yang wajib adalah pemerintah yang harus menyediakan tempat belajar yang menyenangkan.

Dia mengatakan, seharusnya semua orang dapat membuat belajar itu terkait dengan pengalaman yang menyenangkan.

"Anak-anak pada dasarnya sejak kecil senang belajar. Yang membuat mereka tidak senang ya gara-gara sekolah itu dibuat jadi 'susah', PR-nya, kurikulumnya terlalu padat," ujar dia.

'Homeschooling' yang sedang dikembangkan saat ini merupakan cara baru bagi anak untuk tetap belajar tanpa perasaan tertekan, ujar dia. Masyarakat tidak perlu mengkhawatirkan legalitas dari 'homeschooling' tersebut kalau memang undang-undang menjaminnya.

"Yang penting kurikulumnya sesuai standar kompetensi lulusan," ujar dia.

Menurut Kak Seto
Dia mencontohkan, jumlah anak-anak di sekolah nasional yang stres dan yang mau bunuh diri karena tertekan dengan jam dan kurikulumnya, kian hari kian mengkat, padahal biaya sekolahnya mahal.

Tetapi dengan 'homeschooling' dan Mobil 'Kelas Berjalan' dimana anak-anak dapat belajar di alam bebas justru akan senang dan tetap dapat lulus sekolah.

Kak Seto menambahkan, selain itu, anak perlu dimotivasi dari dalam agar mau belajar sendiri. Itu merupakan kunci keberhasilan dari 'homeschooling' maupun belajar di Mobil 'Kelas Berjalan', bukan dengan memberikan nilai tinggi dan hukuman jika tidak mengerjakan PR.

Dia juga menjelaskan, di Mobil Kelas Berjalan diterapkan cara 50 persen belajar dan 50% bermain, karena itu anak-anak akan senang dan tidak tertekan, tetapi mereka justru akan mengerti secara logika. (*/bun)

Rabu, 07 September 2011

UI Terbaik di Indonesia versi World University Ranking 2011


REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK - Berdasarkan penilaian yang dikeluarkan Quacquarelli Symonds (QS) World University Ranking 2011/2012 pada 5 September, Universitas Indonesia (UI) berada pada peringkat ke-217 (peringkat 236 pada 2010). QS World University Ranking 2011/2012 yang menilai lebih dari 600 perguruan tinggi terbaik di dunia menempatkan UI sebagai satu-satunya Perguruan Tinggi di Indonesia yang masuk dalam Top 300 Universities in the World.
Dibandingkan dengan peringkat 2010, UI meningkat secara signifikan yaitu sebanyak 19 tingkat yaitu peringkat ke-217 (skor 45.10). Pada 2010 UI berada pada urutan ke-236 (skor 42.56). UI mengungguli sejumlah perguruan tinggi favorit di dunia seperti University of Notre Dame, United States (urutan ke-223, skor 44.8), Mahidol University Thailand (urutan ke-229, skor 43.10), University of Technology, Sydney Australia (urutan ke-268, skor 39.7).
Pemeringkatan QS World University Ranking 2011/2012 menilai pada lima rumpun ilmu yaitu Arts and Humanities, Engineering and Technology, Life Sciences and Medicine, Natural Science dan Social Sciences & Management. Pada bidang ilmu Arts and Humanities UI berada pada peringkat 142, bidang Engineering and Technology UI pada peringkat 232, bidang Life Sciences and Medicine peringkat 162, bidang Natural Science peringkat 258 dan bidang Social Sciences & Management pada peringkat 124.
QS World University Ranking menggunakan enam parameter dalam pemeringkatan yaitu academic reputation (40 persen), employer reputation (10 persen), student/faculty ratio (20 persen), citations per faculty (20 persen), international faculty (5 persen) dan international students (5 persen).
Prestasi Nasional
Pencapaian ini tidak hanya milik UI sendiri, tetapi juga merupakan prestasi nasional. Ini karena prestasi tersebut tidak terlepas dari dukungan pemerintah terhadap peningkatan kualitas pendidikan di UI. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional sejak 2010 telah mencanangkan program peningkatan kualitas dan daya saing internasional perguruan-perguruan tinggi nasional melalui program internasionalisasi.
Program tersebut dimanifestasikan dalam kegiatan-kegiatan pemberian beasiswa luar negeri bagi dosen, fasilitasi publikasi internasional, fasilitasi riset kolaborasi internasional, pelatihan bagi dosen, pengembangan sistem manajemen berbasis kinerja, dan sebagainya.

Strategi Peningkatan Daya Saing UI
Jika dilihat dari parameter penilaian dalam pemeringkatan QS World University Ranking, indikator-indikator yang digunakan cukup komprehensif. Indikator yang dimaksud adalah kualitas akademik, publikasi, manajemen, rasio kecukupan dosen, serta pertukaran mahasiswa/ dosen internasional.
Peningkatan kualitas pada unsur-unsur tersebut memerlukan kerja yang serius untuk mengembangkan potensi yang ada baik dari dalam maupun dari luar UI. UI sendiri sejak 2007 telah mencanangkan visi untuk menjadi universitas riset berkelas dunia.
UI diharapkan dapat menjadi universitas yang mampu menghasilkan ilmu pengetahuan dari karya-karya risetnya yang kualitasnya memiliki daya saing di tingkat internasional. Visi ini sejalan dengan Rencana Strategis Ditjen Dikti Kemdiknas 2010-2014, sehingga dukungan dan fasilitasi pemerintah melalui Kemdiknas memungkinkan UI mencapai visi tersebut.
Strategi UI untuk meningkatkan daya saing internasional terdiri dari konsolidasi internal, horisontalisme dan kolaborasi global. Konsolidasi internal dilakukan dengan memperkuat sistem administrasi dan manajemen pendidikan di UI. Di antaranya dengan melakukan integrasi sistem administrasi keuangan dan sumberdaya manusia.
Administrasi keuangan UI sejak 2009 telah mulai terintegrasi dan transparan. Integrasi tersebut telah memungkinkan UI untuk melaksanakan program-program peningkatan kualitas dengan lebih baik dan mereduksi hambatan yang berasal dari kesulitan pembiayaan.
Transparansi keuangan juga lebih terjamin dengan pengembangan sistem informasi yang lebih baik dan dilakukannya audit eksternal. Horisontalisme dilakukan dengan pengintegrasian rumpun ilmu. Di ranah akademik, tradisi keilmuan yang multidisipliner di tiga rumpun ilmu, yaitu kesehatan, teknologi dan sosial mulai dikembangkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan riset.
Kolaborasi global juga secara aktif dilakukan oleh UI dalam 4 tahun terakhir. Jumlah kerjasama internasional untuk program-program dual degree dan kelas internasional terus ditingkatkan. Kerja sama riset dengan universitas-universitas internasional terkemuka juga terus ditingkatkan.
Kinerja yang dihasilkan dari strategi ini cukup memuaskan. Dalam 2010, telah terjadi peningkatan signifikan dalam publikasi jurnal hingga mencapai angka 200 persen, pengelolaan sumber daya manusia di tingkat universitas maupun fakultas serta tata kelola organisasi yang mencakup budaya, kebiasaan, kebijakan dan aturan organisasi menjadi pendukung pencapaian UI sebagai salah satu universitas terbaik di Indonesia dan dunia.
Pencapaian ini bukanlah hal mudah di tengah-tengah dinamika perkembangan pendidikan tinggi di Indonesia sehingga diperlukan perjuangan tiada henti untuk terus meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan bagi UI sendiri maupun pendidikan Indonesia pada umumnya.

Senin, 25 Juli 2011

Jawaban untuk “Kelebihan dan Kekurangan Homeschooling”


Tulisan opini keliru tentanghomeschooling di Yahoo! News Indonesia,
*Baca juga tanggapan praktisihomeschooling di sana. Seru!
Berikut jawabanku di kolom komentar:
Wahai Penulis, Anda dibayar mahal oleh Yahoo Indonesia, lalu kenapa Anda malas riset padahal keluarga homeschooling Indonesia banyak yang sudah bisa dihubungi lewat blog homeschooling mereka masing-masing?
Anda salah besar soal kekurangan homeschooling.
1. Kurangnya disiplin. Salah! Untuk homeschooling dituntut kedisiplinan yang tinggi dari dalam diri anak itu sendiri. Anak homeschooling akan lebih banyak berlatih disiplin dan berinisiatif daripada anak sekolah yang disuruh-suruh terus oleh gurunya.
2. Minimnya kompetisi. Salah! Banyak anak homeschooling yang memilihhomeschooling karena ingin menang dalam kompetisi sesuai bakatnya,programming, olahraga, seni, spelling bee, robotik, dan sebagainya. Mereka tidak takut kompetisi karena mereka berada pada posisi yang menguntungkan untuk MENANG.
3. Belum ada standardisasi kurikulum. Justru kebaikan homeschoolingkarena bisa menyesuaikan kurikulum dengan keunikan tiap-tiap anak.Ketika anak homeschooling ikut ujian persamaan dari pemerintah, mereka pasti harus belajar mengikuti kurikulum nasional.
4. Sosialisasi. Kurang tantangan? Anda salah! Menjadi anak homeschoolinglebih berat karena orang-orang sekitar akan melecehkan dan anak harus berani menjadi lain sendiri. Kalau ada anak orang lain yang berani melakukan bullying seperti yang kerap terjadi di sekolah, keluarga homeschoolingakan melakukan tindakan penanganan yang wajar kita lakukan di masyarakat beradab, yaitu: melaporkan pada pihak berwajib, bukan menahan penderitaan sampai dia lulus sekolah. Anak-anak homeschooling akan menjadi agen perubahan bermental baja yang berani membela kebenaran dan keadilan, bukan orang-orang lemah yang terbiasa dan pasrah dengan kecurangan dan kekejian.
5. Masalah keuangan? Salah! Keluarga homeschooling menghemat uang pangkal, SPP, seragam, dan lain-lain. Yang semuanya bisa dialihkan untuk membeli buku-buku yang lebih penting untuk pendidikannya, atau biaya homestay ke luar negeri sehingga mereka bisa menjelajah dunia kalau mau. Orangtua homeschoolingpunya kekuasaan penuh untuk menentukan biaya pendidikan anaknya. Mereka tidak perlu mengeluh betapa mahalnya biaya pendidikan seperti orangtua lain yang pilih sekolah.
Menurutku kekurangan homeschooling yang sesungguhnya adalah: selalu ada pengkritik kurang info seperti ini, dan keluarga homeschooling terpaksa meladeni mereka dalam hidup sehari-hari. Tidak terasa berat selama kita tidak mencaripersetujuan orang lain dan tetap fokus pada tujuan memberikan pendidikan terbaik untuk anak-anak.
*Kenapa tulisan itu masuk kolom News kalau cuma opini tak berdasar ya? Aneh