Homeschooling,
efektifkah ?
|
Rabu, 30 September
2009 - 11:03 wib
LEBIH konsentrasi
dan penyerapan mata pelajaran bisa maksimal. Itulah beberapa alasan orangtua
memilih home schooling untuk pendidikan buah hatinya. Benarkah
alasan tersebut? Tidak semua orangtua sepakat untuk menyekolahkan
anak-anaknya di sekolah umum.
Banyak alasan,
salah satunya adalah kurang bermutunya pendidikan di sekolah-sekolah umum,
sehingga terlalu banyak murid yang ditangani guru dalam satu ruang kelas.
Ujungnya, penyerapan pelajaran pun tak maksimal.
Pendapat itu memang
tidak berlebihan, karena memang di sekolah umum, satu orang guru bisa
mengajar 20 bahkan sampai 30 anak dalam satu ruang kelas. Sedangkan diyakini,
bahwa kemampuan masing-masing anak dalam menangkap mata pelajaran yang
diberikan berbeda-beda.
Home schoolingpun
lantas dilirik sebagai alternatifnya. Tidak seperti di sekolah umum, home
schooling (sekolah di rumah) ini memiliki konsep yang biasanya satu guru
akan menghadapi satu atau dua murid saja. Selain tentu saja lebih bisa
ditertibkan, dengan home schooling, anak bisa lebih berkonsentrasi dalam
menangkap pelajaran. Mutu mata pelajaran yang diberikan, juga bisa dipilih,
sesuai dengan apa yang dibutuhkan anak saat itu.
Walaupun bisa
menjaga kualitas pendidikan atau pengajaran kepada anak-anak yang belajar di
rumah, bukan tidak berarti pendidikan jenis ini tidak mengalami kekurangan.
Salah satu kekurangan yang paling menonjol dari home schoolingadalah
anak tidak bisa bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya.
Kasus seperti
inilah yang kemudian menjadi perdebatan hangat di kalangan pengajar serta
psikolog anak. Sebab, pendidikan yang berkualitas tidak akan bermanfaat jika
anak tidak bisa bersosialisasi dengan teman-teman seusianya.
Untuk mengatasi hal
itu, biasanya anak-anak home schooling melakukan aktivitas luar ruang,
seperti olahraga, program kepanduan, bakti sosial, atau bahkan kerja
sambilan, jika usia mereka sudah cukup remaja.
Praktisi home
schooling biasanya mengandalkan dukungan kelompok untuk mendukung dan
mengadakan kontak personal dengan keluarga-keluarga yang berpikiran sama
tentang home schooling ini. Larry Shyers dari Universitas Florida
menulis disertasi doktoral yang mempertanyakan perkembangan sosial anak-anak
yang berada di home schooling.
Dalam
penelitiannya, anak-anak umur 8?10 tahun direkam dengan video saat bermain.
Perilaku mereka diobservasi konselor-konselor terlatih yang tidak
dikonfirmasi mana anak-anak yang bersekolah biasa dan mana yang di home
schooling. Hasilnya ternyata sangat mengejutkan. Penelitian tersebut
menyatakan tidak ada perbedaan besar antara kedua kelompok tersebut tentang
konsep diri,walaupun anak tidak bersekolah di sekolah umum.
Tapi yang jelas,
rekaman tersebut menunjukkan bahwa anak-anak yang belajar di rumah atau
melakukan home schooling dengan orangtuanya secara konsisten tidak
banyak bermasalah dengan bakat, kemampuan, dan cara bersosialisasi.
Susan Nelson,
seorang pengembang kurikulum dan konsultan home schooling dari Amerika,
menyatakan bahwa orangtua akan merasakan tugas-tugas mereka lebih sederhana
jika mereka menentukan tujuan utama mengapa mereka menjadi pendidik-pendidik
di rumah, termasuk untuk memfasilitasi anak dengan pengalaman-pengalaman
belajar yang menarik, atau untuk mempersiapkan anak untuk memasuki sekolah
formal.
Seperti pendidikan
formal lainnya, home schooling juga bisa mengajarkan berbagai jenis
mata pelajaran pada anak-anak, misalnya pada pagi hari anak dapat berlatih
bahasa Inggris, bermain piano, dan menulis. Tiap sore anak bisa diajarkan
membaca dengan cara pergi ke perpustakaan atau bisa pula melakukan jelajah
hutan atau mengamati alam.
"Tidak ada
yang salah dari pendidikan di rumah atau home schooling pada
anak-anak jika dilakukan dengan benar,? kata psikolog anak alumni Universitas
Indonesia (UI), Dr Wiryawan.
Jika di Indonesia
orang tua masih sangat takut kalau anak-anaknya tidak mendapatkan ijazah
resmi, sejumlah universitas seperti Harvard dan Yale mengizinkan anak-anak home
schooling untuk kuliah dan belajar di kampus terkenal tersebut. Bahkan
dilaporkan, bahwa siswa-siswa home schoolingmemenangkan persaingan
pendaftaran ke perguruan tinggi favorit.
Tanpa transkrip
akademik dari SMU formal, pendaftar dapat mengumpulkan sampel atau portofolio kerja
mereka, surat rekomendasi dari orangtua, atau juga guru yang membantu.
Tercatat, 1.657
keluarga home schooling menyatakan bahwa siswa home schoolingingin
melanjutkan ke perguruan tinggi: 69 persen responden memilih untuk ambil
pendidikan lanjutan sekunder yang formal. Bahkan dari datadata yang ada,
siswahome schooling yang dites selalu di atas rata-rata.
"Pola data siswa home schooling mirip siswa dari sekolah swasta favorit. Itu merupakan satu langkah maju bagi dunia pendidikan anak. Asal saja home schooling mereka benar-benar berkualitas," jelas dia.(Koran SI/Koran SI/nsa) |
Rabu, 23 Mei 2012
Homeschooling, efektifkah ?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar